?

Din
2 min readNov 7, 2021

--

Jangan salahkan waktu, karena tuhan adalah waktu. Kenali diri mu sendiri, karena sebenarnya tuhan lebih dekat dari nadi.

Saat berhadapan dengan satu kondisi, sering kali kita mempertanyakan eksistensi diri kita sendiri. “apa itu hidup?” “apa itu waktu?” “kenapa ada kehadiran?”. Saat manusia berada pada titik di mana segalanya terasa aman dan nyaman, pertanyaan tadi dirasa hanyalah omong kosong. Untuk apa mempertanyakan suatu pertanyaan yang jawabannya pun tidak akan kita dapati?

Manusia sering kali terbawa oleh arus, lupa untuk berintegrasi. Berada di dalam proses kehidupan mereka selama hidup di bumi, tanpa mereka sadari kemana arah semua itu. Kemana pertanyaan-pertanyaan kritis seperti masa di mana kita masih merasa ingin tahu segalanya? masa di mana kita masih menjadi seorang peneliti kecil.

Pertanyaan-pertanyaan akan kehidupan semakin memudar, memudar tatkala manusia masuk ke satu ruang. Ruang di mana hubungan manusia dengan tuhan ada di sana. Kepercayaan yang kita yakini saat ini tak lebih dari sebuah warisan, warisan dari mereka yang telah lebih dulu memeluk kepercayaan itu. Pencarian atas kebenaran mutlak, sudah tak lagi diyakini sebagian manusia, setelah mereka merasa bahwa “kebenaran” telah tergenggam.

Banyak dari kita tidak seberuntung Ibrahim, di mana ia memiliki kesempatan untuk mencari kebenaran setelah ia merasakan ada kejanggalan dari kebenaran yang selama ini diyakini oleh sekitarnya. Mempertanyakan banyak hal, mencari kebenaran mulai kepada bulan hingga mentari. Tapi aku bukan Ibrahim. Kita semua bukan dia.

Mengimani dengan arti, semakin kabur. Semua tertutup dengan “kebiasaan-kebiasaan” yang sudah lama melekat. Jadi, masih adakah mengimani dengan arti?

--

--